loading...
Mantan Wakil Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal merespons langkah Presiden Prabowo Subianto yang menyetujui dibentuknya Komite Reformasi Polri. Foto/X @dinopattidjalal
JAKARTA - Mantan Wakil Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal merespons langkah Presiden Prabowo Subianto yang menyetujui dibentuknya Komite Reformasi Polri. Hal itu disampaikan dalam unggahannya aku resminya di X @dinopattidjalal.
"Alhamdulillah Presiden @prabowo dukung himbauan Gerakan Nurani Bangsa utk adakan reformasi kepolisian. Berikut sy posting ulang 3 rekomendasi konkrit sy utk reformasi Polisi. Semoga polisi mendengar. Semoga banyak masyarakat yg setuju juga. Salam, Dino Patti Djalal," tulis Dino dikutip Minggu (14/9/2025).
Baca juga: Reformasi Polri Harus Perkuat Sistem dan Bukan Drama Ganti Orang
Pertama, Polisi perlu memahami posisi strategis mereka dalam perjalanan NKRI. "Polisi yang sekarang adalah yang paling kuat dalam sejarah Indonesia modern. Jauh lebih kuar dari Polri di era-era sebelumnya," pesan Dino.
Selain itu, jumlah anggota Polri juga lebih besar dari gabungan TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
"Polri adalah angkatan Polisi yang terbesar di Asia Tenggara, jauh lebih besar dari polisi Thailand, Malaysia atau Vietnam," ujarnya.
Namun bukan saja yang terbesar, lanjut Dino, polisi Indonesa jauh lebih powerfull dibandingkan TNI, Kejaksaan Kementerian, BUMN, KPK, birokrasi diplomat dan lain sebagainya. Mengapa?
Baca juga: Pembentukan Komite Reformasi Polri Harus Libatkan Publik
"Karena polisi bertugas menegakkan hukum yang menyentuh seluruh aspek kehidupan bangsa menempati posisi strategis sebagai Nexus atau titik dari berbagai arus besar di depan bangsa kita. Kalau semua polisi profesional dan bersih maka bukan keamanan yang akan terjaga, tapi juga kesejahteraan akan tumbuh keadilan akan menguat demokrasi akan semakin mapan reformasi akan melaju kepercayaan publik akan naik dan NKRI akan semakin sekali lagi posisi polisi sebagai Nexus dari semua dimensi ini lebih lebat dari lainnya," tandasnya.
Dino menambahkan, pesan ini bukan untuk menyanjung polisi. Tapi justru untuk mengingatkan bahwa kekuasaan yang sangat besar di tangan mereka ini merupakan tanggung jawab dan beban yang luar biasa beratnya. Sehingga ini harus membuat polisi menjadi 'humble' dalam mengemban tugas dan selalu introspeksi dan mawas diri sekali pelajaran sejarah.
"Di mana institusi yang tidak bijak dalam mengemban kekuasaan akan jatuh tersandung. Ini pernah terjadi pada TNI di mana setelah 30 tahun militer menguasai, dalam krisis 1998 rakyat akhirnya berbalik menentang TNI yang dinilai telah melakukan berbagai kekuasaan," paparnya.
"Dan akibatnya, TNI kemudian keluar dari panggung politik dan alhamdulillah kembali kepada marwah asalnya menjadi tentara profesional yang tunduk pada sipil dan mengambil posisi netral terhadap politik.
Ini juga terjadi di Mesir dalam krisis politik tahun 2011 yang menumbangkan razim Presiden Hosni Mubarak di mana pemicunya adalah kelakuan polisi yang sewenang-wenang, impresif dan sangat korup. Sehingga polisi menjadi sasaran amarahnya. Alhamdulillah polisi Mesir sudah banyak berbenah setelah itu.
Petuah kedua, polisi harus menjadi bagian dari solusi untuk meruntuhkan industri hitam hukum yang sangat kuat cengkeramannya.