Kisah Istilah Perkawinan Raksasa dan Penyebabnya di Era Kerajaan Majapahit

8 hours ago 9

loading...

Kerajaan Majapahit mengatur sedemikian rupa kehidupan sosial bermasyarakat, termasuk persoalan asmara warganya yang tercatat dalam Kakawin Nagarakretagama karya Mpu Prapanca. Foto/Ilustrasi/Ist

KERAJAAN Majapahit mengatur sedemikian rupa kehidupan sosial bermasyarakat, termasuk persoalan asmara warganya. Bahkan peraturan itu juga dibukukan dalam bentuk kitab perundangan-undangan yang tercatat dalam Kakawin Nagarakretagama karya Mpu Prapanca.

Di era Majapahit, seorang pria yang hendak melakukan perkawinan biasanya menyerahkan mahar atau tukon, enam bulan sebelum hari perkawinan yang ditentukan telah ditetapkan. Penetapan ini dilakukan oleh orang tua perempuan dengan persetujuan orang tua pihak laki-laki.

Baca juga: Kisah Perseteruan Majapahit Timur dan Majapahit Barat Dipicu Stempel dari Kaisar China

Tetapi jika orang tua perempuan tidak suka kepada calon menantunya, maka hal itu bisa dibatalkan. Namun bila ada kemungkinan suatu saat sang perempuan akan dibawa lari oleh laki-laki, maka undang-undang Kutara Manawa menjadi landasan hukumnya.

Sejarawan Prof. Slamet Muljana dalam bukunya "Tafsir Sejarah Negarakertagama", pada pasal 177 disebutkan lelaki yang sengaja melarikan perempuan pujaan hatinya dan menyembunyikan dan menjaganya, kemudian diketahui. Maka orang tua atau bapak si perempuan itu berhak langsung membunuh sang laki-laki itu.

Namun jika keduanya kedapatan di tempat tertentu pada siang hari, bapak si perempuan tidak berhak membunuhnya. Tetapi sang pemilik rumah yang ditempati dapat dikenakan denda dua laksa. Perkawinan dengan cara melarikan perempuan di masa Kerajaan Majapahit itu disebut perkawinan raksasa.

Baca juga: Strisanggrahana Hukuman Pelaku Kejahatan Seksual Zaman Majapahit

Read Entire Article
Jatim | Jateng | Apps |