loading...
Di tengah kepungan ratusan senapan musuh, satu nama bangkit dan menolak mundur. Dia adalah prajurit Kopassus Pratu Suparlan yang dengan heroik menghadapi ratusan musuh di belantara Timor Timur. Foto/Ist
DI TENGAH kepungan ratusan senapan musuh, satu nama bangkit dan menolak mundur. Dia adalah anggota pasukan elite Kopassandha yang sekarang menjadi Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Pratu Suparlan. Dia merupakan simbol keberanian tanpa syarat, sang martir dalam pertempuran berdarah di Timor Timur.
Seorang diri, ia menahan gelombang musuh demi menyelamatkan pasukan yang nyaris hancur total. Kisah ini adalah potongan sejarah yang tercetak dengan darah dan kehormatan.
Pada tahun 1975, dunia bergejolak. Revolusi Bunga mengguncang Portugal, melemahkan cengkeraman kolonial mereka di Timor Timur. Di saat kekosongan itu, muncul kekuatan baru, yakni Fretilin-kelompok separatis berhaluan kiri yang mengangkat senjata.
Warga yang pro-integrasi dengan Indonesia menjadi sasaran. Puluhan ribu nyawa sipil melayang. Indonesia tak tinggal diam.
Pasukan elite gabungan kemudian dibentuk. Sembilan prajurit TNI terbaik, termasuk Pratu Suparlan, diturunkan ke zona paling berbahaya, yakni pedalaman Hutan Larose pada 9 Januari 1983. Lima prajurit berasal dari Kopassandha, dan empat prajurit dari Kostrad. Pasukan elite ini dipimpin oleh Letnan Poniman.
Di lokasi ini, Fretilin menguasai penuh dengan berbagai senjata dan strategi gerilya.
Pertempuran Maut di Tengah Hutan
Misi awal berjalan lancar. Mereka berhasil menyergap pos pengamatan musuh. Tapi tak butuh waktu lama sebelum bencana datang.
Dikutip dari Majalah Baret Merah edisi April 2014, kala itu Pratu Suparlan menghadang lebih dari ratusan pasukan Fretelin saat berpatroli di KV 34-34/Komplek Liasidi yang merupakan sarang pemberontak Fretelin yang terkenal sadis dan kejam.