Liputan6.com, Surabaya - Tiga orang mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) Surabaya mempunyai kisah seru belajar di kampus terkemuka di dunia. Mereka rata-rata lolos mengikuti program Indonesian Internasional Student Mobility Awards (IISMA).
Berikut adalah tiga kisah seru mahasiswa Unair Surabaya belajar di kampus terkemuka di dunia yang berhasil dirangkum dan di tulis liputan6.com pada Sabtu, 21 September 2024:
1. Salsabila Rabbani
Salah satu mahasiswa Unair Surabaya, Salsabila Rabbani membagikan pengalaman luar biasanya mengikuti program IISMA di University of Groningen, Belanda. Salsabila mengaku awalnya tidak memiliki rencana untuk mengikuti IISMA karena saat itu iafokus untuk menyelesaikan kuliah dalam waktu 3,5 tahun.
Namun, suatu kesempatan datang ketika dia menjalani magang di Airlangga Global Engagement (AGE). Saat itu, ia bertugas menjemput salah satu pendiri IISMA yang hadir dalam acara di UNAIR. Perjalanan tersebut menjadi titik baliknya untuk memutuskan mengikuti program IISMA.
"Selama perjalanan, kami membahas tentang IISMA dan pendapat beliau tentang program ini. Di situlah aku mulai tertarik dan memutuskan untuk mencoba mendaftar IISMA," ujarnya.
Belanda adalah pilihan ketiga Salsabila setelah Inggris dan Irlandia. Meski begitu, ia akhirnya memilih University of Groningen karena beberapa alasan, termasuk dukungan dari keluarganya.
"Ibuku lebih rela dan senang jika aku di Belanda karena ada sepupu di sini. Aku juga jadi paham bahwa restu orang tua sangat berperan dalam perjalanan ini," ujarnya.
Selain itu, Salsabila tertarik pada University of Groningen karena mata kuliah yang ditawarkan lebih menarik daripada universitas lainnya. Ia juga memilih Groningen karena reputasinya dalam bidang bisnis dan marketing, yang sesuai dengan minatnya.
Di University of Groningen, Salsabila tidak hanya berfokus pada kegiatan akademik. Ia bergabung dengan kelompok belajar, melakukan self-study di berbagai tempat seperti perpustakaan, taman, dan ruang publik. Selain itu, ia juga tertarik untuk berpartisipasi dalam kegiatan volunteering dan organisasi kampus.
Salah satu pelajaran penting yang Salsabila dapatkan dari budaya Belanda adalah pentingnya bersikap terbuka dan tidak ragu meminta bantuan.
"Orang Belanda itu sangat straightforward. Mereka tidak akan membantu jika kita tidak meminta. Di Indonesia, aku cenderung sungkan untuk meminta tolong, tetapi di sini aku belajar untuk lebih berani bertanya atau meminta bantuan jika memang membutuhkannya,” jelasnya.
Lebih lanjut, Salsabila menceritakan bahwa ia menyadari perbedaan mencolok dalam budaya ketepatan waktu di Belanda, yang menurutnya perlu ditiru oleh masyarakat Indonesia. Ia berharap bisa menyebarkan kebiasaan positif ini kepada orang-orang di sekitarnya.
"Aku ingin membawa budaya disiplin waktu ini dan menularkannya ke orang-orang di Indonesia," ujar Salsabila.
Dalam hal karier, Salsabila berharap pengalaman IISMA ini bisa menjadi batu loncatan untuk memperluas jaringan internasional.
"Aku selalu tertarik dengan hal-hal yang berbau internasional dan bertemu orang-orang baru. Jadi, aku ingin IISMA menjadi awal untuk membangun koneksi internasional yang akan mendukung karierku ke depan,” pungkasnya.
2. Yolanda Eksplor Sejarah dan Budaya Polandia
Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Yolanda Pratistha berhasil meraih kesempatan berharga untuk belajar selama satu semester di luar negeri melalui program Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA). Melalui program besutan Kemendikbud itu, Yolanda berkesempatan menimba ilmu di University of Warsaw, Polandia.
“Aku ingin memperluas wawasan, tidak hanya dari sisi komunikasi, tetapi juga ilmu sosial secara umum. Aku memilih University of Warsaw karena menawarkan berbagai mata kuliah multidisipliner yang sesuai dengan visi dari program IISMA yang menginginkan mahasiswa untuk berpikir lintas disiplin ilmu,” jelas Yolanda.
Selain alasan akademis, Yolanda juga memiliki tujuan pribadi untuk mempelajari budaya yang kaya dan berbeda dengan Indonesia. Polandia, khususnya Warsaw, menjadi pilihannya karena sejarah panjang yang terkait dengan kolonialisme dan perlawanan terhadap penjajahan.
"Semua negara yang aku pilih waktu pendaftaran ada kaitannya dengan kolonialisme atau penjajahan. Di Warsaw sendiri pernah ada peristiwa Warsaw Ghetto Uprising, aksi perlawanan kaum Yahudi terhadap Nazi Jerman. Ini menambah nilai historis yang menarik untuk dipelajari," tambahnya.
Bagi Yolanda, kesempatan ke luar negeri ini merupakan pengalaman pertamanya, yang tentu saja membawa berbagai tantangan. Mulai dari proses administrasi yang panjang hingga beradaptasi dengan lingkungan baru di Warsaw.
“Sempat merasa burn out karena kaget banyaknya hal yang harus diurus. Proses seleksi host university juga cukup menantang karena ada banyak pilihan dan kita harus menyesuaikannya dengan rekomendasi dari IISMA dan universitas asal,” cerita Yolanda.
Kontribusi untuk Indonesia
Yolanda sangat antusias dengan peluang yang diberikan IISMA untuk mengeksplorasi aspek multidisipliner. Baginya, ilmu komunikasi sendiri sudah bersifat multidisiplin karena komunikasi terjadi di berbagai bidang kehidupan.
Ia berusaha menggabungkan pengetahuan tentang media komunikasi yang dipelajari di UNAIR dengan studi politik internasional di University of Warsaw.
“Aku ingin mempelajari propaganda politik melalui poster-poster. Lalu menciptakan kembali produk media tersebut dan menyebarkannya kembali dengan perspektif yang lebih luas,” jelasnya.
Lebih lanjut, Yolanda berharap bahwa apa yang ia pelajari selama program IISMA di Polandia dapat membawa kontribusi nyata bagi Indonesia. Terutama dalam bidang akademis dan komunikasi politik.
Ia juga berharap IISMA awardees bisa lebih terikat dengan kontrak kontribusi, sehingga ilmu yang mereka peroleh tidak sia-sia setelah kembali ke Indonesia.
"Harapanku, ke depannya aku bisa menyumbangkan perspektif politik internasional dalam cabang komunikasi politik di Indonesia," ucapnya.
"Aku bercita-cita menjadi akademisi dan menyalurkan ilmu yang kudapat kepada dosen dan diskursus-diskursus publik tentang komunikasi politik," pungkas Yolanda penuh semangat.
3. Mahasiswa FIB Unair Berbagi Pengalaman Studi di University of Granada Spanyol
Muhammad Rafly Andhika Putra, mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, lolos seleksi Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) 2024.
Program besutan Kemendikbud-Ristek tersebut menawarkan kesempatan bagi mahasiswa Indonesia yang ingin belajar di berbagai universitas terbaik di seluruh dunia. Pada kesempatan IISMA 2024 ini, Rafly memilih University of Granada Spanyol sebagaitempat studinya untuk satu semester ke depan.
Diketahui, keinginannya untuk memaksimalkan segala fasilitas yang ada di tingkat perguruan tinggi ini berawal sejakmahasiswa baru.
“Motivasiku mengikuti program IISMA tumbuh dari speech yang rektor serta para staf akademik, saat masa awal ospek. Mereka menyampaikan bahwa kampus bagaikan meja yang penuh, berisi kesempatan, atau opportunity," ujarnya.
"Hal itu hanya dapat kita manfaatkan ketika kita sebagai mahasiswa. Ujungnya kembali pada kita untuk mengambil opportunity tersebut atau tidak,” ungkapnya.
Rafly mengungkap alasannya mengambil University of Granada sebab termasuk salah satu universitas top di Spanyol. "University of Granada merupakan top five universitas di Spanyol. Jadi, kualitas akademik dan programnya sangat meyakinkan,” tambahnya.
Pengalaman Baru di Spanyol
Walau program tersebut baru Rafly jalani selama awal September ini, ia mengaku bahwatelah disibukkan dengan berbagai kegiatan di dalamnya. Baik dari fakultas di University ofGranada, maupun dari program IISMA lainnya.
“Jadi dari fakultas, terdapat dua kegiatan yang meliputi akademik dan aktivitas. Seperti campus tour, city tour, alhambra, costa tropical (almuñècar & nerja), fiesta con la orquesta ciudad de granada," ujarnya.
"Kemudian dari awardees-nya sendiri juga punya beberapa kegiatan, misalnya acara cultural exposure dengan sharing budaya, tarian juga lagu, dan produk-produk dari Indonesia,” terangnya.
Lebih lanjut, Rafly menceritakan bahwa orang-orang Spanyol merupakan masyarakat yang sangat gemar bersosialisasi. Sehingga lingkungan yang ia dapatkan begitu kasual. Ia juga sempat mengaku kaget dengan budaya normalisasi alkohol yang terjadi di sana.
Budaya lainnya yang ia amati dan pelajari adalah masyarakat Spanyol sangat menerapkan berjalan kaki dalam kehidupan sehari-harinya. Selanjutnya, terkait bahasa, diketahui Rafly sempat mempelajari bahasa Prancis saat ia mengenyam kuliah semester tiga dan empat di UNAIR, sehingga cukup membantunya.
“Spanyol itu termasuk romantic language, jadi hampir seluruh katanya tergendirisasi. Kemudian yang membuat mudah, ada beberapa kata turunan dari Inggris dan Indonesia, contohnya kata ‘zapato’ yang memiliki arti sepatu,” jelasnya.
Beberapa waktu yang telah ia jalani selama program IISMA, membuatnya harus segera beradaptasi dengan lingkungannya di berbagai aspek, seperti bahasa juga makanan. Rafly mengingatkan terkait bahasa, seminimum mungkin untuk mengetahui cara berinteraksi dan berkenalan.
“Minimal kita belajar cara bertransaksi dan introduce ourselves. Keduanya sangat membantu karena, orang Spanyol untuk pengetahuan berbahasa Inggris tergolong kurang,” terang Rafly.
Selanjutnya, sebagai seorang muslim, ia mengaku harus memperhatikan terkait makanan. “Beruntungnya, pihak fakultas telah memfasilitasi berupa formulir yang berisi makanan halal dan haram," ujarnya.
"Fasilitas mendukung lainnya adalah adanya food section, sehingga memudahkan bagi orang-orang muslim yang mengenyam studi di University of Granada,” tambahnya.