Liputan6.com, Surabaya PT ASDP Indonesia Ferry kembali mendapatkan suntikan dana segar Penyertaan Modal Negara (PMN) non tunai berupa 10 kapal motor penumpang milik Kementerian Perhubungan senilai Rp 460 miliar di tahun 2024.
Suntikan dana tersebut setelah sebelumnya pada tahun 2023 mendapatkan PMN berupa 12 unit kapal penumpang senilai Rp 388 Miliar dalam bentuk barang milik Negara (BMN).
Pengamat Transportasi Bambang Haryo Soekartono (BHS) menyatakan seharusnya PT ASDP lebih memprioritaskan permintaan kepada Pemerintah untuk revitalisasi dan penambahan dermaga.
Menurutnya, saat ini terjadi ketidakseimbangan antara jumlah kapal dengan kapasitas tampung dermaga.
"Kalau misalnya PT ASDP sudah mendapatkan bantuan kapal untuk keperintisan tanpa harus mengeluarkan modal sendiri, diharapkan PT ASDP bisa mengeluarkan sebagian keuntungannya yang saat ini pada tahun 2022 meraup sebesar Rp 585 milliar, dan di tahun 2023 sebesar Rp 637 milliar yang digunakan untuk merevitalisasi dan menambah dermaga di jalur komersial utama," ujarnya, Senin (8/7/2024).
"Karena sebagian keuntungan PT ASDP diperoleh dari pengoperasian kepelabuhanan di jalur komersial utama baik dari jasa kepelabuhanan yang didapat dari penumpang dan kendaraan maupun jasa sandar yang didapat dari kapal kapal ysng beroperasi di jalur tersebut," imbuh BHS.
Berarti, lanjut BHS, pelabuhan bagi PT ASDP adalah alat produksi seperti halnya kapal. Maka seharusnya PT ASDP juga mengeluarkan anggaran dari hasil keuntungannya untuk pembangunan dermaga di enam lintas komersial utama ini.
Dermaga dan Revitalisasi
Menurutnya, bila tidak cukup dari keuntungan tersebut, maka PT ASDP seharusnya meminta tambahan anggaran kepada pemerintah untuk pembangunan Dermaga serta revitalisasi.
"Adapun jalur komersial utama seperti misalnya Merak - Bakaeuheuni (Jawa - Sumatera) , Ketapang - Gilimanuk (Jawa - Bali), Padang bai - Lembar (Bali - Lombok), Lombok - Pototano (Lombok - Sumbawa), Bajoe - Kolaka (Sulsel - Sulteng), Palembang - Muntok (Sumsel - Bangka)," tambah BHS.
Semua lintas tersebut, kata BHS, memiliki dermaga yang hanya bisa menampung 30-50 persen dari jumlah kapal yang beroperasi di lintasan tersebut.
Ini tentu sungguh sangat memprihatinkan sehingga sering mengakibatkan penyebab kemacetan panjang seperti misalnya di Merak - Bakaeuheuni, Ketapang - Gilimanuk, dan beberapa lintas penyebrangan lainnya.
"Seharusnya kita paham alat produksi PT ASDP tidak hanya kapal tapi juga dermaga. Karena pendapatan dan keuntungan dari jasa kepelabuhanan yang juga captive dan pasti mendapatkan keuntungan. Karena PT ASDP adalah merupakan satu satunya yang ditunjuk oleh pemerintah di moda angkutan penyebrangan," ujar BHS.
Sudah semestinya, kata alumni Teknik Perkapalan ITS Surabaya ini, PT ASDP segera melakukan penambahan dermaga di lintasan penyebrangan terutama di lintas komersial utama yang sering terjadi kemacetan panjang akibat dari kurangnya jumlah dermaga yang tidak seimbang dengan jumlah kapalnya.
"Diharapkan jumlah dermaga yang ada di lintasan komersial tersebut, harus cukup untuk mengantisipasi jumlah kapal yang beroperasi untuk menjadi tambahan kapasitas angkut terpasang. Sehingga kapal kapal yang sudah diusahakan oleh perusahaan pelayaran swasta maupun PT ASDP dapat dioperasikan dan dimanfaatkan oleh masyarakat konsumen secara utuh, tidak seperti yang terjadi saat ini," ucap BHS.
Misalnya, sambung BHS, saat terjadi kemacetan sepanjang 19 km beberapa saat yang lalu di Merak - Bakaeuheni. Ironisnya ada sekitar 40 kapal lebih yang tidak bisa beroperasi karena tidak ada dermaganya.
"Sehingga kapal sebanyak itu yang menganggur tidak bisa dimanfaatkan untuk memperlancar traffic dari masyarakat konsumen. Ini tentu sangat merugikan dan bisa menghambat pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional," ujar BHS.