Syahganda Nainggolan Lihat Presiden Prabowo Berpeluang Jadi Pemimpin Dunia

1 day ago 5

loading...

Focus Group Discussion (FGD) bertema Mencermati Arah Politik dan Diplomasi Prabowo di Timur Tengah dan Turki yang diselenggarakan di Kantor GREAT Institute, Jalan Taman Gunawarman, Jakarta Selatan, Senin (14/4/2025). Foto/Istimewa

JAKARTA - Ketua Dewan Direktur GREAT Institute Syahganda Nainggolan melihat Presiden Prabowo Subianto berpeluang menjadi pemimpin dunia. Menurut dia, kunjungan Prabowo ke Uni Emirat Arab (UEA), Turki, Mesir, Qatar, dan Yordania dilakukan dalam rangka membangun hubungan politik dan memperkuat posisi Indonesia di panggung internasional khususnya di Global South.

Sejauh ini, kata dia, agenda politik dan ekonomi yang dibawa Prabowo dalam kunjungan itu mendapatkan sambutan di setiap negara yang disinggahi. Hal itu diungkapkan Syahganda merangkum Focus Group Discussion (FGD) bertema Mencermati Arah Politik dan Diplomasi Prabowo di Timur Tengah dan Turki yang diselenggarakan di Kantor GREAT Institute, Jalan Taman Gunawarman, Jakarta Selatan, Senin (14/4/2025).

“Namun di sisi lain, pemerintah perlu membangun komunikasi politik yang lebih baik, sehingga kebijakan luar negeri Indonesia tidak mendapatkan persepsi negatif,” kata Syahganda.

Tiga pembicara pemantik dalam FGD itu adalah Nurhayati Assegaf, Hilmy Bakar Almascaty, dan Teguh Santosa. Sementara sejumlah ilmuwan dan pemerhati yang memberikan respons dan menajamkan pokok-pokok pikiran adalah Rizal Darmaputra, Zarmansyah, Indra Kusuma Wardhani, Rahmi Fitrianti, Iswandi Syahputra, Sudarto, Smith Alhadar, Omar Thalib, (Cand) Turino, Abdullah Rasyid, Wahyono, dan Hanief Adrian.

Sejalan dengan yang disampaikan Syahganda, Direktur Geopolitik GREAT Institute Teguh Santosa menguraikan dilema setiap negara di arena internasional yang anarkis. Hubungan dengan negara lain haruslah dibangun tanpa menciptakan ketergantungan atau the absence of dependency.

“Salah besar bila kita mengatakan bahwa antitesa dari ketergantungan pada satu negara hegemonik adalah dengan dengan bersandar pada negara hegemonik lain. Antitesa dari ketergantungan pada satu negara adalah meniadakan ketergantungan pada negara itu, dan pada negara lain," ujarnya.

Dengan demikian, dinamika yang terjadi di arena internasional saat ini, yang dipicu oleh perang tarif yang dilancarkan pemerintahan Donald Trump di Amerika Serikat dan direspons dengan sangat keras oleh pemerintahan Xi Jinping di China, harus dijadikan momentum untuk membangun kemitraan dengan negara-negara lain berdasarkan prinsip saling menghormati kedaulatan.

Teguh yakin kunjungan Prabowo ke sejumlah negara dan komunikasinya dengan pemimpin-pemimpin dunia dilakukan dalam kerangka itu. Pada bagian lain, Zarmansyah mengingatkan bahwa Indonesia memiliki investasi yang sangat besar pada proses perdamaian di banyak kawasan dunia. Sayangnya, investasi perdamaian itu seringkali ditinggalkan begitu saja.

“Saya berharap, Presiden Prabowo juga memberikan perhatian pada investasi perdamaian yang sudah kita lakukan di banyak negara. Kehadiran Indonesia dalam menjaga perdamaian di banyak negara dan kawasan harus di-follow up dengan kerja sama ekonomi sehingga Indonesia memiliki mitra alternatif yang lebih luas,” kata Zarmansyah.

(rca)

Read Entire Article
Jatim | Jateng | Apps |