Pesan Damai Menteri Agama dari Hartford-USA: Menyatukan Dunia melalui Dialog Lintas Iman

7 hours ago 5

loading...

Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Kemenag RI HM. Muhammad Adib Abdushomad. FOTO/DOK.SindoNews

HM. Muhammad Adib Abdushomad
Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Kemenag RI
Pengasuh Pesantren Mahasiswa Madani Global Citizesnhip Rempoa-Tangsel
Dosen Pasca Sarjana BBC Islamic University

DALAM situasi dunia yang cenderung semakin terfragmentasi oleh kepentingan politik, ekonomi, dan ideologis, pesan-pesan perdamaian intern umat beragama, antarumat beragama, dan antarsesama manusia menjadi sangat relevan untuk digaungkan kembali. Pesan tersebut disampaikan oleh Prof. Nasaruddin Umar, sosok alumni pesantren dan alumni PTKIN yang mendapatkan penganugerahan 'Doctor of Divinity' Honoris Causa dari Hartford International University (HIU) Amerika Serikat pada 15 Mei 2025.

Rekognisi tersebut salah satu evidence nyata akan visi 'Internasionalisasi' yang sering beliau sampaikan, bahwa bangsa Indonesia harus tampil di pentas dunia (take leadership) dan dapat menjadi rujukan terkait kerukunan dan kedamaian dengan slogan yang terkenal Bhineka Tunggal Ika dan ideologi Pancasila.

Dalam orasi ilmiahnya, Menteri Agama yang juga Imam Besar Masjid Istiqlal ini menyampaikan bagaimana pendekatan berbasis spiritualitas, kebudayaan, dan pendidikan lintas agama mampu menjadi jembatan dalam membangun harmoni di tengah keberagaman. Prof. Nasaruddin Umar menekankan pentingnya membaca perbedaan sebagai kekayaan, bukan sebagai ancaman. Ia menyebutkan bagaimana Islam di Indonesia berkembang menjadi 'Islam Nusantara' Islam yang dipraktikkan dengan kekayaan budaya lokal dan penuh semangat toleransi. Pendekatan kearifan lokal ini tidak hanya menjadi model keberagamaan inklusif khas Indonesia, tetapi juga dapat menjadi inspirasi global di tengah memburuknya relasi antarnegara yang memiliki latar belakang keagamaan dan etnis yang berbeda.

Eskalasi Konflik di Dunia

Meskipun sudah reda untuk sementara waktu dengan dibantu negosiasi, ketegangan antara India dan Pakistan, dua negara yang memiliki akar sejarah dan identitas keagamaan yang kuat, menjadi refleksi nyata akan kebutuhan mendesak untuk kembali pada nilai-nilai universal: kasih sayang, keadilan, dan penghargaan terhadap kemanusiaan. Kedua negara tersebut sering terjebak dalam siklus konflik yang tidak hanya merugikan secara politik dan ekonomi, tetapi juga menimbulkan luka psikososial yang mendalam di tengah masyarakat. Dalam konteks ini, pendekatan Prof. Nasaruddin Umar yang mengedepankan dialog lintas iman, serta kerja sama berbasis nilai-nilai Abrahamik, sangat relevan untuk direplikasi dalam diplomasi internasional.

Di era globalisasi dan hiperkompetisi antarbangsa, perbedaan agama dan ideologi kerap dipolitisasi demi kepentingan jangka pendek. Prof. Nasaruddin Umar menekankan bahwa ketiga agama besar dunia, Islam, Kristen, dan Yahudi. pada dasarnya adalah “saudara kandung” yang lahir dari figur Nabi Ibrahim Alaihi Salam, sebagai bapak spiritual dan teladan umat. Menteri yang sangat humble dan murah senyum ini selanjutnya mengutip Surah Al-Baqarah ayat 62 yang menegaskan bahwa keselamatan tidak hanya terbatas bagi pemeluk Islam, tetapi juga berlaku bagi Yahudi, Nasrani, dan bahkan Sabi’in, selama mereka beriman kepada Tuhan dan berbuat kebajikan.

Jika nilai ini dapat diinternalisasi dan diterapkan dalam relasi internasional, maka upaya “rekonsiliasi” antara negara-negara yang memiliki sejarah panjang konflik sektarian seperti India dan Pakistan, Israel dan Palestina, atau bahkan Rusia dan Ukraina, dapat menemukan jalan keluar yang lebih substansial dan bermartabat.

Pendidikan Lintas Agama Berbasis Cinta dan Kemanusiaan

Pidato kunci Menteri Agama RI yang disampaikan dalam rangka pemberian Dr. Hc dan sekaligus dalam rangkaian acara wisuda tersebut juga menyinggung pentingnya pendidikan lintas agama dan pertukaran budaya akademik sebagai modal diplomasi perdamaian. Pendidikan harus dapat mencetak duta perdamaian dengan paradigma kurikulum berbasis cinta dan kasih sayang. Prof. Nasaruddin Umar memprakarsai pengiriman mahasiswa Indonesia ke Hartford International University untuk mendalami epistemologi tafsir, toleransi, dan pluralisme secara langsung di lingkungan akademik multikultural.

Pendidikan seperti inilah yang harus diperluas secara global, karena dialog dan perdamaian tidak dapat dibangun dari senjata, tetapi dari pemahaman, kepercayaan antarmanusia dan kasih saying atau cinta. Dalam konteks ini sudah sangat tepat kiranya Program Prioritas Menteri Agama RI menempatkan Kerukunan dan Cinta Kemanusiaan sebagai urutan pertama yang menunjukan sebagai fondasi utama dari program prioritas yang lain.

Akhirnya dunia membutuhkan lebih banyak negarawan dan tokoh agama yang mampu berbicara melampaui batas nasional, sektarian akan tetapi tampil ke pentas global menjadi cahaya bagi dunia. Membangun peradaban dunia yang damai tidak bisa terus-menerus bergantung pada narasi dan pendekatan militeristik ansich atau dominasi ekonomi semata. Dalam suasana global yang terus dirundung ketidakpastian, gagasan Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar, M.A. tentang pentingnya kesamaan spiritual, pengakuan terhadap keragaman, dan dedikasi pada perdamaian merupakan fondasi kuat bagi rekonsiliasi dunia menuju perdamaian dunia yang abadi (long lasting peaceful global citizenship). Semoga, lets contributoing to peace together.

(abd)

Read Entire Article
Jatim | Jateng | Apps |