loading...
Candra Fajri Ananda, Wakil Ketua Badan Supervisi OJK. Foto/Dok.SindoNews
Candra Fajri Ananda
Wakil Ketua Badan Supervisi OJK
INDONESIA sebagai negara kepulauan dengan karakteristik sosial-ekonomi yang beragam menghadapi tantangan struktural dalam mewujudkan pembangunan yang merata. Transformasi ekonomi nasional dalam dua dekade terakhir memang menunjukkan kemajuan signifikan. Namun capaian tersebut belum sepenuhnya terdistribusi secara seimbang antarwilayah maupun antar kelompok masyarakat.
Pola konsentrasi pembangunan dan aktivitas ekonomi di Indonesia masih menunjukkan kecenderungan yang kuat pada wilayah-wilayah tertentu. Khususnya daerah yang memiliki struktur ekonomi lebih matang dan infrastruktur lebih maju. Dominasi pusat-pusat ekonomi ini tidak hanya mencerminkan ketidakseimbangan historis, tetapi juga menunjukkan bahwa wilayah dengan investasi yang tinggi, akses pasar yang luas, dan kualitas infrastruktur yang lebih baik memiliki peluang pertumbuhan yang lebih besar dibanding daerah yang tertinggal.
Ketimpangan tersebut menjadi indikasi bahwa pembangunan cenderung bergerak dari poros-poros ekonomi yang kuat, sementara wilayah lain membutuhkan intervensi yang lebih strategis untuk mengejar ketertinggalan.
Hingga kini, Indonesia masih menghadapi ketimpangan yang cukup nyata, baik dalam aspek fiskal maupun pembangunan wilayah. Gini Ratio pada Maret 2024 tercatat sebesar 0,379, sedikit membaik dari 0,388 pada Maret 2023, namun tetap menunjukkan distribusi pendapatan yang belum merata.
Tingkat kemiskinan pun masih berada di angka 9,36% pada periode yang sama, menandakan bahwa pertumbuhan ekonomi belum sepenuhnya inklusif. Ketimpangan tersebut semakin terlihat melalui disparitas biaya hidup, di mana wilayah dengan populasi kecil justru memiliki indeks biaya hidup hingga tiga kali lebih tinggi dibanding daerah berpenduduk padat.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa perbaikan ekonomi makro belum sepenuhnya dirasakan secara menyeluruh oleh seluruh kelompok masyarakat dan wilayah.
Secara konseptual, dinamika ini dapat dijelaskan melalui growth pole theory dan unbalanced growth theory, yang menegaskan bahwa pembangunan memang tidak selalu terjadi secara merata. Melainkan tumbuh dari pusat-pusat pertumbuhan yang memiliki keunggulan relatif.
Teori growth pole menekankan bahwa wilayah yang memiliki pusat pertumbuhan kuat berperan sebagai penggerak utama pembangunan regional, karena mampu menciptakan efek penyebaran (spread effect) ke wilayah sekitarnya. Dalam konteks Indonesia, kondisi ini tercermin jelas pada daerah-daerah dengan investasi dan infrastruktur lebih baik yang menunjukkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dibanding daerah yang kurang berkembang.














































:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5306240/original/055666600_1754380232-Gopay.jpeg)
