Ginjal yang Pernah Diselamatkan, Kini Terancam karena Pergantian Obat

4 hours ago 4

loading...

Kondisi gagal ginjal kronik (GGK) dapat dialami oleh siapa saja, tanpa memandang jenis kelamin. Foto/Regency Healthcare

JAKARTA - Kondisi gagal ginjal kronik (GGK) dapat dialami oleh siapa saja, tanpa memandang jenis kelamin. Namun, menurut Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), perempuan memiliki risiko lebih tinggi mengalami penyakit ginjal kronis dibandingkan pria. Hal ini dibuktikan melalui beberapa studi yang menunjukkan prevalensi penyakit ginjal kronis pada perempuan mencapai sekitar 14 %, sedangkan pada pria sekitar 12 %. Selain faktor gaya hidup, komplikasi kehamilan seperti preeklampsia dan eklampsia juga menjadi salah satu penyebab utama gagal ginjal kronik pada perempuan.

Kondisi itu dialami oleh A (39), perempuan asal Jawa Tengah yang didiagnosis gagal ginjal kronik akibat eklampsia saat kehamilannya. Tahun 2014 menjadi titik awal ujian terberat dalam hidupnya.Saat berusia 28 tahun, ia mengalami kehamilan prematur. Namun, bayinya hanya bertahan hidup selama beberapa hari, dan tak lama kemudian A divonis menderita gagal ginjal kronik.

Sejak saat itu, dokter menyarankan A menjalani transplantasi ginjal. Usianya yang masih muda memberi harapan karena organ tubuh lainnya masih berfungsi baik. Namun, mencari donor bukan perkara mudah. Ayahnya, yang memiliki golongan darah O seperti dirinya, juga menderita gagal ginjal dan harus menjalani hemodialisis. Sementara ibunya bergolongan darah AB sehingga tidak kompatibel dengan golongan darah O milik A. Kondisi itu membuat A harus bertahan dengan hemodialisis selama dua setengah tahun.

Dua setengah tahun kemudian, sebuah mukjizat yang sulit dijelaskan oleh ilmu kedokteran terjadi. Ibunya bersikeras memeriksa ulang golongan darahnya, meyakini bahwa mungkin telah terjadi perubahan. Hasil pemeriksaan itu mengejutkan semua orang, termasuk dokter. Golongan darah sang ibu benar-benar berubah dari AB menjadi O. Tes kompatibilitas ginjal juga menunjukkan kecocokan mencapai 86 persen. “Saya tidak percaya,” ujar A. “Kami pergi ke empat laboratorium berbeda untuk memastikan, dan semuanya menunjukkan hasil yang sama.”

Hingga kini, belum ada penjelasan ilmiah yang dapat menjelaskan fenomena perubahan golongan darah, mengingat golongan darah merupakan sifat genetik yang stabil. Meski demikian, keajaiban itu menjadi titik balik hidup A. Pada Mei 2017, ia akhirnya menjalani transplantasi ginjal di sebuah rumah sakit di Jawa Tengah, dengan seluruh biaya ditanggung BPJS Kesehatan. Setelah operasi, kondisinya berangsur pulih. Ia kembali beraktivitas seperti biasa dan rutin melakukan pemeriksaan untuk menjaga kestabilan fungsi ginjal barunya.

Efisiensi yang Berisiko Fatal

Read Entire Article
Jatim | Jateng | Apps |