loading...
Keutamaan seorang ibu tunggal diberikan karena beratnya hidup yang harus dijalani ketika suaminya meninggal dunia, perjuangan hidupnya benar-benar diuji oleh Allah Subhanahu wa taala. Foto ilustrasi/ist
Menjadi single parent atau seorang janda dalam Islam memiliki keutamaan sendiri. Keutamaan ini diberikan karena beratnya hidup yang harus dijalani ketika suaminya meninggal dunia. Perjuangan seorang istri sebagai orangtua tunggal benar-benar diuji oleh Allah Subhanahu wa ta'ala.
Namun, apabila seorang perempuan atau istri yang mampu bertahan dalam situasi seperti ini, maka ia akan mendapat keutamaan di akhirat kelak. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat ‘Auf bin Malik, Rasulullah bersabda:
أَنَا وَامْرَأَةٌ سَفْعَاءُ الْخَدَّيْنِ كَهَاتَيْنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَوْمَأَ يَزِيدُ بِالْوُسْطَى وَالسَّبَّابَةِ امْرَأَةٌ آمَتْ مِنْ زَوْجِهَا ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ حَبَسَتْ نَفْسَهَا عَلَى يَتَامَاهَا حَتَّى بَانُوا أَوْ مَاتُوا
“Kelak pada hari kiamat aku bersama wanita yang kedua pipinya kehitam-hitaman (karena sibuk bekerja dan tidak sempat berhias) seperti ini -memberi isyarat dengan jari tengah dan jari telunjuk-. Yaitu seorang wanita janda yang ditinggal mati oleh suaminya, mempunyai kedudukan dan berwajah cantik, ia menahan dirinya (tidak menikah) untuk merawat anak-anaknya hingga mereka dewasa atau meninggal.” (HR. Abu Daud)
Oleh karenanya, seorang istri yang memilih untuk tidak menikah lagi, dan menafkahi anak-anaknya dengan tangannya sendiri sampai mereka dewasa atau dia meninggal, maka ia akan diberikan pahala yang besar dan kelak di surga akan didekatkan dengan Rasulullah SAW, sebagaimana yang terdapat dalam perumpamaan hadis di atas.
Dikutip dari kitba 'Lin Nisa’ Ahkam wa Adab Syarh al-Arba’in an-Nisa’iyah', karya Muhammad Syakir asy-Syarif, yang dicetak Dar Thaybah, Riyadh, yang sudah diterjemahkan dijelaskan, setiap perempuan singel parent ini memiliki kondisi keutamaan berbeda-beda. Jika perempuan tersebut masih muda, masih memiliki syahwat biologis, khawatir terjadi fitnah pada dirinya yakni zina, maka hendaknya perempuan menikah dengan seseorang yang bisa menjaganya dan bisa memberikan kebaikan bagi dirinya dan anak-anaknya. Sama halnya, jika perempuan tersebut tidak mampu membesarkan atau merawat anak-anaknya sendiri. Maka menikah lagi menjadi yang utama baginya.
Namun, kalau dia memandang yang maslahat adalah tidak menikah agar bisa konsentrasi penuh memberikan perhatian, pendidikan, dan pengajaran kepada anak-anaknya, itu adalah haknya. Apalagi dia ingin memperoleh keutamaan memelihara anak yatim sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
"Aku dan orang yang memelihara anak yatim di surga nanti seperti ini.” Beliau memberi isyarat dengan dua jari: telunjuk dan jari tengah. (HR. at-Tirmidzi, dinyatakan sahih dalam Shahih at-Tirmidzi dan ash-Shahihah)
Baca juga: Ahli Fiqih Makin Langka, Benarkah Tanda Akhir Zaman?