loading...
Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mengingatkan Kenaikan program biodiesel ini diyakini akan menekan harga Tandan Buah Segar (TBS) dan menurunkan kesejahteraan jutaan keluarga petani sawit. Foto/Dok
JAKARTA - Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mengingatkan pemerintah agar tidak terburu-buru menaikkan kadar pencampuran biodiesel dari B40 ke B50 tanpa melakukan evaluasi menyeluruh terhadap dampak ekonomi di tingkat petani. Kenaikan program biodiesel ini diyakini akan menekan harga Tandan Buah Segar (TBS) dan menurunkan kesejahteraan jutaan keluarga petani sawit di Indonesia.
Ketua Umum SPKS, Sabarudin menjelaskan, bahwa dengan diberlakukannya B50, pemerintah hampir pasti akan menaikkan Pungutan Ekspor (PE) yang saat ini masih berada di angka 10% untuk mendanai subsidi program biodiesel B40. Langkah itu menurutnya, akan berimbas langsung pada harga sawit di tingkat petani.
“Kalau kadar biodiesel dinaikkan ke B50, maka otomatis tarif pungutan ekspor juga naik. Akibatnya harga TBS di tingkat petani bisa turun antara seribu hingga dua ribu rupiah per kilogram. Ini artinya beban subsidi biodiesel justru ditanggung oleh petani yang seharusnya menjadi penerima manfaat,” ujar Sabarudin di Jakarta, Jumat (18/10).
Baca Juga: Mandatori B50 Dinilai Perlu Fleksibilitas demi Keseimbangan Industri Sawit
Data SPKS tersebut merujuk pada hasil kajian lembaga Pranata UI, yang menunjukkan kenaikan tarif PE sebesar 1% dapat menurunkan harga TBS sekitar Rp333 per kilogram. Sementara jika tarif PE dinaikkan hingga 15,17% untuk mendanai pelaksanaan B50, harga TBS bisa tertekan hingga Rp1.725 per kilogram.
“Dampak ini paling berat dirasakan oleh petani swadaya yang tidak memiliki posisi tawar kuat. Mereka menanggung penurunan harga tanpa pernah ikut menikmati keuntungan dari program biodiesel yang katanya pro rakyat,” lanjut Sabarudin saat menjadi pembicara dalam seminar Keseimbangan Kebijakan Energi dalam Implementasi Mandatori Biodiesel di Jakarta.