Mandatori B50 Dinilai Perlu Fleksibilitas demi Keseimbangan Industri Sawit

13 hours ago 10

loading...

Pranata UI memperingatkan bahwa penerapan mandatori biodiesel B50 pada 2026 dapat memicu ketidakseimbangan serius dalam industri sawit nasional. Foto/Dok

JAKARTA - Tim peneliti Pusat Penelitian Pranata Pembangunan Universitas Indonesia (Pranata UI) memperingatkan bahwa penerapan mandatori biodiesel B50 pada 2026 dapat memicu ketidakseimbangan serius dalam industri sawit nasional . Dengan kebutuhan bahan baku mencapai 59 juta ton per tahun untuk B50, industri sawit Indonesia menghadapi ancaman defisit pasokan, tekanan ekspor, serta gejolak harga yang berdampak langsung pada daya saing global dan kesejahteraan petani.

Hal tersebut terungkap dalam forum Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Keseimbangan Kebijakan Energi dalam Implementasi Mandatori Biodiesel di Indonesia”, yang diselenggarakan Sekolah Kajian Stratejik dan Global Pusat Penelitian Pranata Pembangunan Universitas Indonesia di Jakarta, Jumat (17/10/2025).

Tim peneliti Pranata UI, Dr Widyono Soetjipto menyebutkan, bahwa kebijakan B50 ini harus dijalankan secara fleksibel dan adaptif agar tidak menekan ekspor dan merugikan petani. Baca Juga: Implementasikan B50, Pemerintah Dorong Peningkatan Produktivitas Sawit

“Penelitian kami merekomendasikan agar seluruh pemangku kepentingan dalam industri ini mempertimbangkan seksama kapasitas produksi sawit nasional, daya saing ekspor, dan kesejahteraan petani agar manfaat program ini terasakan secara menyeluruh,” kata Tim Pranata UI, Dr Widyono Soetjipto dalam keterangan tertulisnya.

Kebijakan yang mempertimbangkan seluruh faktor serta parameter pada industri kelapa sawit Indonesia secara ilmiah akan mendukung efektivitas upaya membangun kemandirian energi lewat peningkatan mandatori pencampuran biodiesel dari B40 ke B50.

Indonesia saat ini merupakan produsen dan konsumen minyak sawit (CPO) terbesar di dunia, dengan produksi mencapai 48,2 juta ton atau 54% dari pasokan global, serta luas areal perkebunan sekitar 16,8 juta hektare. Namun produksi 2025 diproyeksikan hanya mencapai 49,5 juta ton, sementara implementasi mandatori B50 menuntut peningkatan kapasitas produksi minyak sawit nasional sekitar 59 juta ton per tahun guna memenuhi kebutuhan dalam negeri. Stagnasi pasokan menjadi risiko utama dalam mendukung mandatori biodiesel dan daya saing ekspor.

Simulasi yang dilakukan Pranata UI menunjukkan, mandatori B50 memang mampu menghemat devisa impor solar hingga Rp 172,35 triliun. Namun, kebijakan ini juga berpotensi menekan ekspor CPO sebesar Rp 190,5 triliun, nilai yang justru melebihi penghematan impor. Kondisi tersebut dapat menggerus surplus neraca perdagangan, menekan cadangan devisa, dan melemahkan nilai tukar rupiah.

Read Entire Article
Jatim | Jateng | Apps |