Ekonomi Sulit, 73.992 Pekerja Tersapu Badai PHK Hanya dalam 3 Bulan

5 hours ago 2

loading...

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyoroti badai PHK yang masih terus berlanjut. FOTO/dok.SindoNews

JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyoroti badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang masih terus berlanjut sejak 2025 hingga kuartal I-2025. Data BPJS Ketenagakerjaan menunjukkan, sebanyak 257.471 peserta kehilangan pekerjaan sepanjang 2024 dan pada periode Januari hingga 10 Maret 2025 sebanyak 73.992 peserta mengalami hal serupa.

Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani mengatakan hasil survei internal Apindo mengidentifikasi lima penyebab utama PHK, yaitu penurunan permintaan (69,4%), kenaikan biaya produksi 43,3%, perubahan regulasi upah minimum 33,2%, tekanan dari barang impor 21,4%, dan adopsi teknologi 20,9%.

"Di tengah tekanan eksternal yang masih tinggi serta tantangan domestik yang kompleks, Apindo menegaskan pentingnya konsistensi arah kebijakan dan percepatan reformasi struktural untuk menjaga daya saing, ketahanan industri, dan keberlanjutan pertumbuhan," ujar dia di Jakarta dikutip Selasa (13/5).

Baca Juga: Daya Beli Rakyat Makin Tergerus, Ekonomi RI Diprediksi Cuma 4,7% di 2025

Shinta menjelaskan badai PHK yang terus berlanjut juga disebabkan karena pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melambat. Hal ini menyeret dampak pada pelemahan daya beli serta menurunnya permintaan.

"Pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 4,87% year-on-year (yoy) pada Kuartal I-2025, melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (5,11%) maupun kuartal sebelumnya pada kuartal IV-2024 5,02%," tambahnya.

Shinta menambahkan, secara kuartalan ekonomi juga mengalami kontraksi sebesar 0,98% yang menandai tekanan terus menerus dari sisi domestik maupun eksternal. Perlambatan ini terjadi di tengah melemahnya daya beli, dimana konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh 4,89%, terendah dalam lima kuartal terakhir, meskipun mencakup periode Ramadhan yang biasanya mendorong belanja masyarakat.

"Tekanan inflasi dan terbatasnya stimulus fiskal menjadi penyebab utama penurunan daya beli, terutama di kelompok pendapatan menengah ke bawah," lanjutnya.

Baca Juga: 7,28 Juta Orang Indonesia Jadi Pengangguran per Februari 2025

Selanjutnya, dari sisi fiskal, belanja pemerintah mengalami kontraksi sebesar 1,38% sebagai hasil dari kebijakan yang lebih berhati-hati. Sementara itu, investasi juga menunjukkan pelemahan dengan pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 2,12%, angka terendah dalam dua tahun terakhir.

"Sikap wait and see investor terhadap transisi pemerintahan serta hambatan struktural seperti regulasi yang rumit dan tingginya biaya logistik menjadi faktor penghambat utama," kata Shinta.

Kinerja ekspor juga tidak memberikan dukungan berarti, dengan penurunan sebesar 7,53% secara kumulatif dibandingkan kuartal yang sama tahun lalu. "Faktor penyebabnya antara lain turunnya harga komoditas dan melemahnya permintaan dari mitra dagang utama seperti Tiongkok dan Uni Eropa," pungkasnya.

(nng)

Read Entire Article
Jatim | Jateng | Apps |